Rabu, 15 Desember 2010

JAMINAN PENANGGUHAN BERUPA ORANG

KATA PENGANTAR

Bismilaahirrahmanirrahiim.

Assalamu”alaikum wa Rahmatul-lahi wa Baraktub.

Pembentukan KITAB UNDANG UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) dilakukan dalam rangka memenuhi amanat GBHN (Ketetapan MPR-RI No.IV/MPR/1978) untuk dapat melaksanakan pembangunan dan pembaharuan hukum guna menggantikan hukum acara pidana yang diatur dalm HIR sebagai warisan pemerintah Kolonial Belanda.

KUHAP sebagai hukum acara pidana nasional disusun berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila bermuatan ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang lebih dikenal dengan Hak Hak Asasi Manusia.Atas dasar itu maka segala macam sikap dan tingkah laku para pejabat penegak hukum yang tidak mencerminkan perlindungan terhadap hak hak asasi manusia sebagaimana yang sering terjadi pada masa berlakunya HIR harus dapat dihilangkan dan dicegah agar tidak terulang kembali.

Menurut pengalaman dan pengamatan penulis yang bertugas sebagai Penyidik Polri terjadinya berbagai penyimpangan prosedur, tetapi tidak semuanya dilakukan dengan sengaja karena tidak jarang terjadi pejabat penegak hukum yang melakukan penyimpangan prosedur tersebut dikarenakan kurang memahami dan mendalami ketentuan ketentuan yang ada di KUHAP.


Berhubung terjadinya penyimpangan prosedur pada umumnya lebih banyak berkaitan dengan kegiatan Penyidikan maka Penulis lebih memfokuskan kepada pelaksanaan Penanguhan penahanan denganJaminan berupa Orang.

Selanjutnya penulis dengan sepenuh hati menyadari bahwa dalam penyajian materi makalah ini akan dijumpai berbagai kelemahan dan kekurangan.Dan oleh itu masukan dan sumbang saran dari Dosen pembimbing dan rekan rekan mahasiswa STIHSA sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 09 April 2008

Penulis



SUGENG ARIBOWO.SH








DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................1

Daftar Isi.............................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................3
B. Tujuan dan Kegunaan.....................................................4
C. Pembatasan Masalah......................................................5
D. Metode Penulisan...........................................................6
BAB II. PERMASALAHAN.........................................................7 - 12

BAB III. PEMBAHASAN..............................................................13- 19

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................20
B. Saran Saran.................................................................21


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelahiran Undang Undang No.8 tahu 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang populer dengan nama KUHAP sejak diundangkannya pada tanggal 31 Desember 1981 disambut oleh segenap masyarakat bagsa Indonesia dengan penuh sukacita dan penuh harapan akan terwujudnya kepastian hukum dan tertib hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan.

Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa setelah membaca perumusan pasal pasal dalam KUHAP warga masyarakat terutama para pencari keadilan mengetahui bahwa secara tersurat dan tersirat KUHAP telah mengatur tentang pemberian perlindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia yang lebih dikenal dengan nama hak hak asasi manusia. Ketentuan – ketentuan hukum acara pidana bukan saja mengatur tentang tatacara yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi oleh aparat penegak hukum dalam upaya menegakan hukum dan keadilan,tetapi sekaligus diatur pula mengenai prosedur dan persyaratan yang harus ditaati oleh aparat penegak hukum upaya melindungi hak hak asasi manusia.
Apabila hukum acara pidana ini dibandingkan dengan hukum acara pidana yang diatur dalam HIR, maka dapat dijumpai adanya perbedaan yang fundamental yang berkaitan dengan hak hak asasi manusia seperti : Asas Praduga Tak Bersalah,Bantuan Hukum,Penangkapan dan Penahanan, Penangguhan Penahanan dan Praperadilan.

Sehubungan dengan Mata kuliah yang diambil Penulis adalah HUKUM JAMINAN maka ada baiknya kita menganalisa masalah Penangguhan Penahanan dengan Jaminan Berupa Orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat 1 KUHAP.

B. Tujuan dan Kegunaan Makalah.

Tujuan disusun makalah ini adalah :

1. Agar dapat mengetahui tentang Aturan Hukum dan tatacara pelaksanaan Jaminan Penangguhan Berupa Orang.

2. Agar dapat menelaah dan mempelajari resiko Jaminan Penangguhan Berupa Orang.

Kegunaan makalah ini adalah :

1. Dapat dijadikan bahan masukan bagi rekan rekan Penyidik Polri dan Pejabat Penegak Hukum yang baru berkecimpung dalam praktek hukum dan sebagai bahan untuk mawas diri dalam upaya mengantisipasi terjadinya sikap dan tingkah laku tidak terpuji yang menjurus kepada pelanggaran hak hak asasi manusia.

2. Disamping itu makalah ini dapat dipelajari mahasiswa yang mempelajari Hukum yang berminat menjadi penegak hukum atau pratisi hukum.



C. Pembatasan Masalah.

Makalah ini akan membahas tentang JAMINAN PENANGGUHAN BERUPA ORANG.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yaitu penulisan menggunakan beberapa kepustakaan baik undang – undang maupun buku – buku pakar yang membahas tema masalah sperti antara lain :.
1. Nanang Hermansyah.SH.M.Hum. Aspek aspek Hukum Jaminan di Indonesia
2. M.Yahya Harahap,SH. Pembahasan Permasalahan dan penerpan KUHAP.
3. H.M.A.KUFFAL,SH Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum.
4. Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.



BAB II
PERMASALAHAN

1. Pengertian Hukum Jaminan.

Hukum Jaminan adalah Keseluruhan Kaedah Kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapat fasilitas kredit.
Unsur unsur yang ada dalam Pengertian tersebut ada 4 yaitu :
a. Adanya Kaedah Hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
b. Adanya pemberi dan penerima jaminan.
c. Adanya Jaminan.
d. Adanya fasilitas kredit

Sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a. Sumber Hukum Jaminan tertulis
Adalah tempat ditemukannya kaedah kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti perundang undangan,traktat dan yurisprudensi.
Contohnya adalah Buku II Kuh Perdata yang terdiri dari 4 buku yaitu Buku I tentang orang, Buku II tentang Hukum benda, Buku III tentang perikatan dan Buku IV tentang Pembuktian dan Daluarsa.

b. Sumber Hukum Jaminan tidak tertulis.
Adalah tempat ditemukannya kaedah kaedah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis seperti dalam hukum kebiasaan.


2. Istilah dan Pengertian Jaminan.
a. Istilah Jaminan merupakan terjemahan bahasa Belanda yaitu “Zekerheid atau Cautei yang mencakup secara umum cara cara kreditor menjamin dipenuhinya tagihannya,disamping pertanggungan jawab umum debitor terhadap barang barangnya.

b. Pada seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20 juli 1977 s/d 30 juli 1977 dapat disimpulkan pengertian Jaminan adalah “ Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.

c. Menurut Hartono Hadisoeprapto Jaminan adalah “ Suatu yang diberikan kepada Kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.

2. Penangguhan Penahanan.

Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 Kitab Undang undang Hukum Pidana yang isinya sebagai berikut :
Pasal 31 ayat 1 Kuhap :
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa,penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”


Pasal 31 ayat 2 Kuhap :
“Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.”

3. Terjadinya Penangguhan.

Ditegaskan dalam pasal 31 ayat 1 Kuhap yang mana menurut penegasan ketentuan ini Penangguhan terjadi

a. Karena permintaan tersangka atau terdakwa.
b. Permintaan itu disetujui oleh instansi yang menahan atau bertanggung jawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan jaminan yang ditetapkan.
c. Ada persetujuan dari orang tahanan untuk mematuhi syarat yang ditetapkan dan memenuhi jaminan yang ditentukan.


4. Syarat Penangguhan.
Syarat penangguhan disini tidak dirinci didalam pasal 31 Kuhap tetapi didalam penjelasan pasal 31 kuhap tersirat sebagai berikut :
a. Wajib Lapor.
b. Tidak keluar rumah
c. atau tidak keluar kota.


5. Tata Cara Penangguhan Berupa Orang

Dalam Pasal 31 Kuhap tidak ada penjelasan masalah tatacara penangguhan berupa Orang. Dalam KUHAP hanya ada penjelasan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.

6. Definisi Jaminan Penangguhan Berupa Orang

Jaminan Penangguhan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan.

Orang penjamin disini bisa penasehat hukumnya, keluarganya atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan tahanan.
Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.

Pada tulisan makalah ini penulis ingin memberikan gambaran atau contoh kasus tentang masih adanya oknum pejabat penegak hukum yang melakukan penyimpangan prosedur dalam hal Penangguhan Penahan dengan Jaminan Berupa Orang dikarenakan kurang memahami dan mendalami ketentuan ketentuan yang ada di pasal 31 ayat 1 dan 2 KUHAP.
“ Pada tahun 2004 Penyidik Polri menerima laporan tentang tindak pidana Penipuan dan atau Penggelapan sebagaimana dimaksud pasal 378 jo pasal 372 KUHP, Pada saat itu sebagai Pelapor adalah Sdri A dan sebagai


Terlapor adalah Sdr D, karena saat itu Penyidik Polri merasa sudah cukup bukti maka Terlapor Sdr D dilakukan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan, setelah Sdr D berada dalam masa tahanan sekitar 10 hari keluarga sdr D mengajukan Permohonan Penangguhan penahanan dengan jaminan Pengacara dan ibu kandung dari sdr D yang beralamat di bandung Jawa Barat disertai dengan jaminan berupa 2 (dua) buah BPKB mobil tetapi pada saat menerima BPKB mobil pihak penyidik tidak memberitahukan atau meminta penetapan kepada pengadilan negeri setempat.
Permohonan penangguhan terhadap sdr D dikabulkan oleh penyidik dengan Jaminan berupa orang dan 2 (dua) buah BPKB mobil dan penyidikan terhadap perkara tersebut tetap dilanjutkan.
Sekitar 2 (dua) bulan kemudian berkas perkara dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut umum (JPU) dan JPU membuat surat kepada penyiik
polisi agar berkas perkara, tersangka dan barang bukti segera dilimpahkan kepada JPU.
Dengan adanya surat dari JPU tersebut maka penyidik melakukan pemanggilan terhadap sdr D selaku Terlapor tetapi ternyata Sdr D sudah tidak bertempat tinggal di alamatnya sehingga akhirnya penyidik menghubungi Pengacara sdr D dan ternyata dijawab oleh Pengacara bahwa dia sudah tidak ada hubungan kerja lagi dengan sdr D karena Kuasanya telah dicabut.
Kemudian Penyidik berupaya mencari keberadaan 2 (buah) mobil yang dijaminkan ternyata sudah tidak ada lagi berada diwilayah Kalimantan selatan.


Atas kejadian tersebut Penyidik berupaya mencari dan menangkap kembali sdr D, Pencarian dilakukan di daerah Bandung jawa barat dan Jakarta tetapi tidak dapat diketemukan juga, sekitar 1 (satu) bulan kemudian penulis diperintahkan membantu Penyidik untuk mencari dan menangkap sdr D di jakarta dan akhirnya Sdr D dapat ditangkap dan dibawa ke banjarmasin untuk diserahkan kepada JPU.
Dari Contoh kasus ini jelas bahwa pada saat memberikan Penangguhan penahanan pihak Penyidik tidak memahami dan mentaati aturan yang ada di Pasal 31 KUHAP bahwa dalam hal jaminan penangguhan berupa orang harus disertai dengan Uang Tanggungan tetapi hanya menerima BPKB mobil.
Karena pada saat itu hanya jaminan berupa orang dan 2 (buah) BPKB mobil akhir Penyidik kesulitan dalam hal melakukan upaya Penyitaan.



BAB III
PEMBAHASAN

1. Aturan Jaminan Penangguhan Berupa Orang.

Dalam pasal 31 Kuhap belum secara keseluruhan mengatur bagaimana tatacara pelaksanaan pemberian jaminan tetapi Jaminan penangguhan penahanan berupa orang diatur dalam Bab X pasal 35 dan 36 PP. No. 27 / 1983 dan angka 8 huruf a lampiran keputusan Mentri Kehakiman No. M. 14-PW. 07.03 / 1983 yang berbunyi “Dalam hal permintaan untuk penangguhan penahanan yang dikabulkan maka diadakan perjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dengan tersangka atau penasehat hukum beserta syarat syaratnya.

2. Tata Cara Penangguhan Berupa Orang
Mengenai tata cara pelaksanaan jaminan orang hampir sama dengan tata cara jaminan uang dalam hal penangguhan penahanan dengan jaminan uang yang membedakannya adalah dalam hal penyerahannya,

Adapun cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
a. Menyebut secara jelas identitas orang yang menjamin, maksudnya disini adalah identitas penjamin di cantumkan secara jelas dan tegas dalam perjanjian penagguhan.

b. Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus di tanggung oleh penjamin yang disebut “uang tanggungan”.


Disamping surat perjanjian penangguhan memuat secara jelas identitas orang yang menjamin juga harus memuat besarnya uang yang harus di tanggung oleh orang yang menjamin.
Pada penagguhan penahanan yang berbentuk “uang jaminan “, uang jaminan segera di setor kepada Panitra Pengadilan Negri yang mana penyetorran uang jaminan menentukan saat berlakunya perjanjian penangguhan. Tidak demikian halnya dengan pada bentuk jaminan orang. Uang tanggungan tidak segera di setor. Penyetoran masih di gantungkan pada peristiwa lai, yakni apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri.
Selama tersangka atau terdakwa tidak melarikan diri serta belum lewat tenggang waku 3 bulan tidak di temukan belum timbul kewajiban hukum bagi orang yang menjamin untuk menyetorkan uang tanggungan. Uang baru disetorkan apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan sudah 3 bulan belum juga ditemukan.
Beda uang jaminan dengan uang tanggungan pada pengguhan penahanan terletak pada “penyetoran”.

c. pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
Penangguhan penahanan dengan jaminan orang pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas bukti surat jaminan dari penjamin yang disampaikan pada instansi yang menahan. Sedangkan mengenai jaminan uang surat perintah penangguhan didasarkan atas bukti penyetoran uang jaminan ke Paniteraan Pengadilan Negri.


d. uang tanggungan wajib disetor oleh penjamin ke kas negara melalui Panitra Pengadilan.
Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang di tetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan :
1). Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri.
2). Dan setelah 3 bulan tidak di temukan
Dalam peristiwa yang semacam inilah timbul kewajiban hukum untuk menyetor uang tanggungan yang telah di tetapkan dalam perjanjian, mengenai menghitung tenggang waktu 3 bulan adalah 3 bulan dari tanggal yang tersangka melarikan diri.
Umpamanya, yang bersangkutan / yang ditangguhkan melarikan diri pada tanggal 1 Januari 2008 berarti pada tanggal 1 April 2008 sii penjamin berkewajiban menyerahkan uang tanggungan.
3). Penyetoran uang tanggungan ke kas negara dilakukan orang yang menjamin melalui Panitera Pengadilan Negri.

Apakah pelaksanaan penyetoran uang tanggungan tersebut diperlukan lebih dulu penetapan pengadilan, sebagaimana halnya dalam penangguhan penahanan dengan jaminan uang? Bukankah pelaksanaan peralihan uang jaminan menjadi miliki negara pada penagguhan penahanan dengan jaminan uang, dilakukan dengan “penetapan” pengadilan? Apakah juga ketentuan tersebut berlaku dalam penyetoran uang tanggungan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tergantung dari sikap dan kemampuan orang yang menjamin. Hal ini diatur dalam pasal 36 qyat (3) PP. No. 27 tahun 1983 jo.


Angka 8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 / 1983 yang garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Jika orang yang menjamin bersedia dan mampu melaksanakan penyetoran uang tanggungan yang di tetapkan dalam perjanjian, tidak diperlukan penetapan Pengadilan Negri.
Dengan demikian adakalanya tidak diperlukan penetapan pengadilan, jika orang yang menjamin dengan suka rela bersedia dan mampu melaksanakan penyetoran uang tanggungan kepada kepaniteraan untuk seterusnya di setorkan ke kas Negara, sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan.

2. Diperlukan penetapan pengadilan apabila orang yang menjamin tidak melaksanakan penyetoran uang tanggungan.
Jika telah dipenuhi ketentuan pasal 36 ayat (1) PP. No. 27 / 1983 yakni tersangka atau terdakwa melarikan diri, dan setelah waktu 3 bulan tidak ditemukan, namun orang yang menjamin belum juga melaksanakan penyetoran uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan maka untuk memaksakan pemenuhan penyetoran orang yang menjamin, diperlukan “penetapan” Pengadilan Negeri :
a. Penetapan itu berisi perintah kepada juru sita pengadilan untuk melakukan “sita eksekusi” terhadap barang milik orang yang menjamin.
b. Pelaksanaan sita eksekusi atau aksekutorial beslag dan pelelangan dilakukan juru sita sesuai dengan hukum acara perdata.


Berdasarkan ketentuan angka 8 huruf j Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman tersebut, pelaksanaan sita eksekusi dan pelelangan dilakukan juru sita menurut hukum acara perdata.Berarti proses pelaksanaan penyetoran dan pelelangan berpedoman kepada apa yang diatur dalam pasal 197 HIR atau pasal 208 RBG. Dengan demikian, sita eksekusi terhadap harta orang yang menjamin, oleh pasal 35 ayat (3) PP. No. 27 / 1983 dipersamakan dengan eksekotorial beslag terhadap harta debitur berdasar putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap guna memenuhi pembayaran utang kepada pihak kreditur. Dalam kasus penangguhan penahanan ini, pihak debitur ialah orang yang menamin sedang pihak kreditur adalah Negara R.I.

c. Ketua pengadilan Negeri dapat memerintahkan sita eksekusi atas harta orang yang menjamin, baik yang bergerak maupun tidak bergerak.
Jadi dapat diletakkan sita eksekusi terhadap semua harta orang yang menjamin dengan ketentuan didahulukan penyitaan terhadap harta yang bergerak sesuai dengan ketentuan pasal 1131 KUH Perdata jo. Pasal 197 ayat (1) HIR. Jika harta yang bergerak belum juga memenuhi jumlah pelunasan uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penagguhan, barulah penyitaan dilanjutkan terhadap harta yang tidak bergerak sampai dianggap cukup untuk melunasi jumlah tanggungan.


d. Penjulan lelang atas sita eksekusi dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata.

Setelah juru sita selesai melaksanakan peletakan sita eksekusi atas harta kekayaan orang yang menjamin, baru menyusul pelaksanaan penjualan lelang disetor ke kas negara melalui panitera sesuai dengan jumlah uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian pengguhan. Seandainya hasil penjualan lelang melebihi jumlah uang tanggungan yang ditetapkan, kelebihan itu diserahkan kepada orang yang menjamin. Yang boleh diambil dan disetorkan ke kas negara hanya sebesar uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penagguhan. Sebaliknya apabila hasil penjulan lelang masih kurang, ketua pengadilan negri dapat lagi mengeluarkan surat penetapan kepada juru sita untuk meletakkan sita eksekusi lanjutan terhadap harta milik orang yang menjamin, sampai terpenuhi pelunasan peyetoran uang tanggungan yang ditetapkan. Demikian seterusnya sampai benar – benar terlunasi penyetoran uang tanggungan. Akan tetapi seandainya seluruh harta kekayaan sudah habis dijual lelang, namun pelunasan uang tanggungan belum terpenuhi, penyitaan berhenti disitu untuk sementara, menunggu yang bersangkutan mempunyai harta lagi di kemudian hari. Jadi, keurangan itu masih tetap mrupakan utang yang harus dilunasi kepada kas negara sampai pada suatu saat mempunyai kesanggupan untuk melunasi.
Dari penjelasan ini, terang kita lihat bagaimana beratnya tanggung jawab seorang penjamin penangguhan penahanan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita berhati – hati menyanggupkan diri sebagai penjamin dalam penangguhan penahanan. Kecuali yang kita jamin itu keluarga sendiri, sudah wajar kita memikul segala resiko yang timbul daripadanya.



3. Orang Penjamin dalam Penangguhan Berupa Orang
Orang penjamin dalam hal memberikan jaminan dalam penangguhan penahanan sebaiknya adalah dari keluarganya atau orang tua kandungnya sendiri yang beralamat dimana proses penyidikan tersebut dilakukan dikarenakan agar mudahnya melakukan upaya hukum lainnya apabila orang yang ditangguhkan melarikan diri dan Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggung jawab memikul segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.


BAB Iv
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik pembahasan diatas yaitu:

1. Dari penjelasan penjelasan diatas tergambar dengan jelas bahwa didalam KUHAP juga ada diatur masalah Jaminan yaitu Jaminan dalam hal penangguhan Penahanan terhadap seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana baik dalam waktu Proses Penyidikan dan Penuntutan dengan Jaminan berupa Orang.

2. Unsur jaminan dalam penangguhan tidak bersifat mutlak hal ini sebagai mana tercantum dalam :
Pasal 31 ayat 1 Kuhap :
“Atas permintaan tersangka atau terdakwa,penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.”
Jadi tindakan pemberian penangguhan penahanan tetap sah menurut hukum walau tanpa Jaminan

3. Jaminan Penangguhan berupa orang adalah berupa perjanjian penangguhan dimana seseorang bertindak dan menyediakan diri dengan suka rela sebagai jaminan.


Disamping membuat Surat perjanjian penangguhan memuat secara jelas identitas orang Penjamin, juga memuat “besarnya uang yang harus di tanggung oleh orang yang menjamin”.Biasa disebut Uang Tanggungan

4. Jaminan adalah “ Menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum.yangmana Jaminan disini tidak saja mengatur masalah Kebendaan tetapi juga masalah Orang .

5. Dalam hal memberikan penangguhan penahanan dengan jaminan berupa orang sebaiknya pihak penjamin adalah orang tua kandung atau Saudara kandung orang yang ditahan dan beralamat diwilayah hukum proses perkara tersebut terjadi,guna menghindari hal hal yang tidak diinginkan seperti pada contoh kasus diatas.

B. Saran

Sebaiknya pemerintah atau instansi yang berkaitan dengan masalah Hukum dan Hak Asasi Manusia lebih aktif lagi memberikan penyuluhan hukum kepada Aparat penegak hukum dan masyarakat baik secara langsung maupun melalui media cetak dan elektronik mengenai aturan aturan hukum dalam hal Penahanan dan penangguhan penahanan, Hal ini sangatlah penting menggingat semakin banyaknya permasalahan hukum di Masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar